
Kota Gorontalo, Kominfotik – Pemerintah Provinsi Gorontalo tengah merumuskan langkah-langkah konkret dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan komunitas pekerja seni, termasuk kelompok perempuan transgender atau transpuan. Langkah ini dibahas dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Wakil Gubernur Gorontalo Idah Syahidah Rusli Habibie, di Rujab Wagub, Selasa, (27/5/2025), dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan.
Pertemuan tersebut melibatkan perwakilan dari Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, DPRD Provinsi Gorontalo, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Plt Sekda Kabupaten Gorontalo dan Plt Asisten I. Hadir pula jajaran pimpinan OPD mulai dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A), Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, serta tokoh masyarakat, akademisi, dan organisasi perangkat daerah terkait.
“Kami mengundang berbagai pihak dalam pertemuan ini, khususnya jajaran ketua dan anggota DPRD yang duduk di Komisi I dan Komisi IV. Alhamdulillah, kami mendapat tanggapan positif dan sejumlah saran untuk tindak lanjut terhadap kebijakan-kebijakan yang telah atau akan diambil oleh pemerintah kabupaten/kota,”ujar Idah Syahidah.
Sebagai tindak lanjut, Dinas Sosial Provinsi Gorontalo ditugaskan untuk menyusun resume hasil pertemuan, termasuk langkah konkret penanganan isu komunitas seni dan kelompok transpuan. Idah menyampaikan bahwa pemerintah provinsi berkomitmen mencari solusi yang tepat, meskipun menyadari adanya keterbatasan, seperti perbedaan pandangan dalam peraturan daerah.
“Kenyataannya di lapangan, ada individu yang secara fisik telah bertransformasi dan tampil seperti perempuan. Ini menjadi tantangan tersendiri,” lanjutnya.
Ia juga menyinggung laporan yang diterima oleh Komnas HAM terkait perlakuan diskriminatif dan keterbatasan akses terhadap pekerjaan yang dialami oleh kelompok ini. Pemerintah, lanjutnya, ingin mendorong solusi berbasis pendekatan sektoral, misalnya dalam dunia kerja, dengan tetap mempertimbangkan identitas hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
“Pada dasarnya, tidak ada larangan bagi siapa pun untuk bekerja. Namun, penampilan di ruang publik menjadi isu yang sering diperdebatkan, baik yang menyangkut kelompok transpuan maupun perempuan biologis yang dianggap terlalu vulgar dalam penampilannya,” jelas Idah.
Sementara itu, Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo, Ghalieb Lahidjun, menegaskan pentingnya forum lanjutan yang membahas lebih dalam aspirasi komunitas seni, khususnya menyangkut isu transgender. Ia menyebut bahwa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebelumnya, pembahasan masih terbatas pada unsur pornografi dan pornoaksi dalam seni pertunjukan.
“Beragam perspektif mewarnai diskusi ini, dari sudut pandang agama, budaya, kesehatan, hingga legislatif. Forum ini menghasilkan pemikiran-pemikiran konstruktif yang akan dirumuskan oleh Dinas Sosial menjadi rekomendasi resmi,” tutur Ghalieb.
Rekomendasi tersebut diharapkan menjadi acuan dalam perumusan kebijakan pemerintah daerah yang inklusif, bijak, dan selaras dengan nilai-nilai sosial budaya yang berkembang di Gorontalo.
Pewarta: Echin