KABUPATEN BOALEMO, Humas – Gubernur Gorontalo Rusli Habibie dikritik oleh warganya saat menggelar dialog dengan para petani dan perwakilan tokoh masyarakat Kabupaten Boalemo dan Pohuwato bertempat di Vila Pribadinya di Desa Bolihutuo, Kecamatan Botumoito, Kab. Boalemo, Jumat (9/11/2018).
Kepala Desa Tirto Asri, Kecamatan Taluditi, Kabupaten Pohuwato, Muhajirin Toalu adalah salah satu perwakilan warga yang angkat bicara pada pertemuan tersebut. Kegiatan yang sengaja digelar pemprov untuk menerima masukan dan kritikan warga terkait evaluasi program, khususnya bidang pertanian.
“Program gratis ini ada sisi positif dan negatifnya pak. Contohnya Mahyani (rumah layak huni). Mahyani itu ibarat mati satu tumbuh seribu. Seakan-akan pemerintah disiasati oleh masyarakat (penerima). Mereka akan bangun lagi rumah pitate (rumbia) untuk dapat Mahyani, padahal di dalamnya ada televisi ada kulkas, ada HP dll,” kata Muhajirin.
Ayahanda (kades) yang terpilih lagi untuk periode ke dua ini melanjutkan, program gratis seperti pemberian bibit jagung gratis sudah harus dihentikan karena tidak mendidik warga. Menurutnya, banyak warga yang berlomba-lomba menjadi miskin hanya untuk menerima bantuan.
“Pada dasarnya saya setuju kalau bantuan ini di evaluasi. Pada zaman Soeharto orang dikatakan miskin malu pak, tapi sekarang orang berlomba-lomba jadi miskin untuk dapat bantuan,” jelasnya.
Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menyadari kritikan tentang program gratis tersebut. Tapi menurutnya, hal itu harus diambil pemerintah dengan asumsi sederhana yakni mengurangi beban belanja masyarakat yang sebagian besar masih berpenghasilan rendah.
“Yang kami lakukan nafasnya untuk mengurangi beban masyarakat. Misalnya, kenapa pendidikan kami gratiskan, ya sederhana karena gurunya kita bayar melalui APBD, bangunan sekolah melalui APBD juga, bangku dan meja pemerintah yang belikan. Kenapa orang sekolah masih harus bayar?,” jelasnya.
“Rumah sakit dibangun oleh siapa? Pemerintah. Puskesmas dibangun oleh siapa? Pemerintah. Pengadaan alkes, obat-obatan, dokter, suster semua dibayar pemerintah. Kenapa orang sakit harus diminta bayar? Biaya semacam ini terlalu banyak membebani masyarakat sedangkan pendapatan mereka sangat rendah. Rakyat saya 65 persen petani, peternak, nelayan, tukang dan lainnya,” sambungnya.
Rusli mengakui jika program gratis ibarat seperti buah simalakama. Jika tidak diintervensi melalui stimulan semacam itu, maka tingkat kemiskinan akan tetap tinggi. Di sisi lain, bantuan gratis cenderung tidak mendidik masyarakat.
“Terkait dengan persoalan Mahyani, sejak awal kami mendata bahwa warga Gorontalo itu masih ada 65 Ribu rumah yang tidak layak. Sementara setiap tahun APBD kita hanya mampu membangun 1000 rumah. Jika sekarang sudah 7 tahun pemerintahan saya, maka hanya ada 7000 rumah yang terbangun. Masih ada puluhan ribu sisanya,” tandasnya.
Terpenting bagi mantan Bupati Gorontalo Utara itu bahwa penyaluran semua bantuan gratis harus terdata dengan baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu, mulai tahun ini Pemprov Gorontalo sedang mendata satu persatu rumah tangga miskin yang telah diintervensi.
Setiap rumah diberi tanda cat kuning yang berisi informasi daftar bantuan apa saja yang diterima. Ada sekitar 14 daftar informasi yang tercantum dalam tanda tersebut di antaranya bantuan Jamkesta, bantuan pertanian, bantuan Rastra, PKH, Mahyani, Bantuan Pangan Non Tunai Daerah (BPNT-D) dan sejumlah bantuan lain. Selain memastikan tepat sasaran, pemberian tanda juga untuk menghindari program yang tumpang tindih antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Pewarta: Isam