KOTA GORONTALO, Humas – Sengketa tapal batas antara Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah dengan Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo mendapat respon dari Gubernur Gorontalo Rusli Habibie. Rabu pagi, (16/10/2019), Gubernur Rusli mengundang seluruh pemangku kepentingan di Rumah Jabatan Gubernur.
Pertemuan berlangsung tertutup yang diikuti oleh Wakil Gubernur Idris Rahim, Kapolda Gorontalo Irjen Pol Rachmad Fudail dan Danrem 133 Nani Wartabone Kolonel Czi Arnold AP Ritiauw. Ikut pula Ketua DPRD Paris A. Jusuf, Kepala BIN Daerah Daeng Rosada dan Bupati Gorut Indra Yasin.
Juru Bicara Gubernur Noval Abdussamad menjelaskan, Gubernur Rusli memilih penyelesaian sengketa tersebut melalui jalur diplomasi. Pihaknya sudah beberapa kali menghubungi Gubernur Sulteng Longki Djanggola yang ikut menjamin tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan antar kedua daerah.
“Pada tanggal 22-23 Oktober, setelah pelantikan (Presiden) akan ada pertemuan di Kementrian Dalam Negeri untuk membahas persoalan ini. Awalnya sebelum tanggal itu, namun pertimbangannya ada pelantikan Presiden jadi pertemuan dilakukan usai pelantikan,” jelas Noval.
Menurut Noval, Gubernur meminta semua pihak khususnya warga di perbatasan untuk menahan diri dan tidak melakukan aksi yang dapat merugikan. Blokir akses jalan dan anarkisme bukan solusi untuk menyelesaikan masalah.
“Pak Gubernur mengimbau kepada Bupati dan Wakil Bupati menyampaikan masyarakat Gorontalo Utara untuk tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu yang tidak benar. Percayakan kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya,” imbuhnya.
Sengketa antar dua kabupaten ini berimplikasi pada dua desa yakni Cempaka Putih dan Papualangi, Kecamatan Tolinggula, Kabupaten Gorontalo Utara. Jika merujuk pada Keputusan Mendagri No. 59 tahun 1992 maka dua desa itu masuk Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Penarikan garis batas Segemen Desa Umu (Wumu), menyusuri Sungai Tolinggula yang melewati Desa Tolinggula Ulu, Tolinggula Tengah, Tolite Jaya, Ilomangga dan Tolinggula Pantai, Kabupaten Gorontalo Utara.
Hal itu dinilai bertentangan dengan Peta Keresidenan Manado No. 700 tahun 1898 yang menyatakan tapal batas merujuk pada Bukit Wumu, Bukit Dengilo dan Pegunungan Pangga atau yang dikenal dengan Kerataan Papualangi sebagai bagian dari wilayah Kwandang (wilayah Kabupaten Gorontalo Utara, sebelum dimekarkan).
Bertentangan juga dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 185.5-197 Tahun 1982 tentang Penegasan Perbatasan antara Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dengan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Kepmen yang diganti dengan Kepmendagri No. 59 tahun 1992.
“Kita prinsipnya mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 141 tahun 2017 tentang Penegasan Batas Wilayah. Jadi ada empat yang menjadi persyaratan yaitu geografis, yuridis, sosiologis dan historis. Kita akan siapkan semua materinya,” ungkap Wabub Gorut Thariq Modanggu.
Pewarta: Isam