KOTA GORONTALO, Humas – Provinsi Gorontalo kian menegaskan diri sebagai salah satu daerah lumbung jagung di Indonesia. Setelah sukses mencapai produksi 1,5 Juta ton tahun 2017 lalu, data Dinas Pertanian menyebutkan hingga semester II tahun 2018 produksi jagung Gorontalo sudah mencapai 778.480 Ton.
Data Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo menyebutkan bahwa tren produksi jagung terus naik selama lebih kurang 15 tahun terakhir. Di tahun 2001 misalnya, di masa awal Provinsi Gorontalo, produksi tercatat hanya 81.719 ton. 2002 produksi naik menjadi 130.251 ton. Butuh waktu lima tahun untuk bisa mendongkrak produksi jagung hingga menyentuh angka setengah juta ton, atau tepatnya 572.785 ton di tahun 2007.
“Saat itu produksi naik signifikan karena kita mendapatkan program CCB (Celebes Corn Belt) dari Kementrian Pertanian. Seingat saya semua daerah di Sulawesi mendapatkan bantuan termasuk Gorontalo. Kita Gorontalo kira-kira mendapatkan 80 Ton bibit jagung namun saat itu belum banyak lahan terbuka,” terang Kadis Pertanian Muljadi D. Mario saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (9/8/2018).
Muljadi membeberkan data bahwa di era kepemimpinan Rusli-Idris, tren kenaikan jagung terus dipertahankan agar tidak turun dari angka setengah juta ton. Tahun 2012 produksi jagung mencapai 644.754 Ton. Terus naik di tahun 2013 dan 2014 masing masing 669.094 dan 719.078 ton.
“Peningkatan produksi itu dibarengi dengan luas tanam dan intervensi bantuan benih bagi petani. Jika di 2014 bantuan benih jagung hanya kurang lebih 7 Milyar Rupiah dengan luas tanam 9.922 ha, maka di tahun 2015 kita naikkan menjadi 15.500 ha dengan intervensi anggaran 11 Milyar Rupiah. Angka itu terus naik hingga sekarang,” imbuhnya.
Di sisi lain, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie sadar bahwa untuk menggenjot pertanian Gorontalo khususnya produksi jagung tidak cukup bila hanya mengandalkan dana APBD semata yang hanya berkisar 1,2 Trilyun hingga 1,8 Trilyun Rupiah setiap tahunnya.
“Tahun 2015 pak gubernur berusaha untuk meyakinkan pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian untuk membantu anggaran ke Gorontalo. Alhamdulillah sejak saat itu bantuan cenderung naik bahkan di 2018 ini kita dibantu sebesar 162 Milyar Rupiah untuk luas tanam sebanyak 217.000 ha,” imbuh Muljadi.
Hal senada juga dikemukakan oleh Firman Sunge, anggota DPRD Provinsi Gorontalo. Ketua Fraksi Hanura itu menilai, kesungguhan pemprov Gorontalo di bidang penganggaran pertanian sangat baik. Firman yang menjabat anggota DPRD sejak 2009 ingat betul bahwa ketika itu anggaran pertanian hanya berkisar di angka 4 Milyar Rupiah.
“Saya anggota periode 2009-2014 anggaran dinas pertanian hanya bermain di 4 Milyar. Itu strating poinnya. Artinya sekarang yang anggaran sudah naik berkali lipat ini menandakan bahwa sinergitas penganggaran dengan petani jagung itu sinkron dong? Kedua, waktu saya masuk anggota DPRD 2009 produksi jagung baru 500 Ribuan ton, sekarang bahkan sudah di atas 1 juta ton,” terang Firman.
Kesungguhan dalam hal meyakinkan pemerintah pusat pun diakui Ketua Komisi I bidang Hukum dan Pemerintahan itu sebagai faktor penentu suksesnya program jagung di Gorontalo. Rusli dinilai sebagai aktor kunci yang mampu meyakinkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk menginvestasikan banyak bantuan di Gorontalo.
Bahkan, Amran Sulaiman menjadi satu-satunya menteri di era Presiden Joko Widodo yang berkunjung ke Gorontalo sebanyak enam kali. Rekor kunjungan ke daerah selama satu periode masa jabatan seorang menteri. Kunjungan tersebut terjadi pada tanggal 17 Maret 2016, 25 Agustus 2016, 21 April 2017, 31 oktober 2017, 14 februari 2018 dan 3 Mei 2018.
“Lobi-lobinya pak Rusli di Kementrian Pertanian untuk meningkatkan produksi jagung membuahkan hasil. Tidak mungkin produksi jagung rendah tapi kita bisa mendapatkan bantuan lebih dari 100 Milyar Rupiah,” sambung Firman.
Pada kunjungan kerja Amran ke Gorontalo 14 Februari lalu, ia bahkan sempat melepas ekspor jagung ke Filipina sebanyak 57.650 ton. Amran juga mengaku puas dengan capaian produksi yang tadinya ditargetkan 1 Juta bisa terlewati.
“Ini Gorontalo luar biasa. Kalau kami ke Filiphina maka yang dikenal jagung Gorontalo, walaupun itu dari Sulawesi Selatan sebagian. Jadi kalau Sulawesi Selatan kirim, itu yang dikenal Gorontalo pasti. Dikirim dari Jawa Timur juga dikenal dari Gorontal,” puji Mentan sebagaimana dikutip dari website humas Pemprov Gorontalo humas.gorontaloprov.go.id.
Menyoal harga jagung di tingkat petani yang cenderung naik turun, Firman menyebut hal tersebut sebagai bagian dari hukum pasar. Pemerintah hanya mampu mengatur harga eceran tertendah berkisar di angka Rp.3000,-di tingkat petani.
“Itu pun bergantung dari tingkat kadar air. Semakin kering jagung di bawah 17 persen maka harganya tinggi, begitu juga sebaliknya. Itu pun sudah dicarikan solusi oleh pemerintah dengan menyediakan lantai jemur, fasilitas pengukur kadar air dan lainnya. Ini bahkan saya dengan kita akan dapat mobil pengering jagung dari pusat. Artinya sampai pada hal teknis seperti ini dipikirkan oleh pemerintah provinsi,” pungkas ketua Fraksi Partai Hanura itu.
Pewarta: Isam