Idah mengakui bahwa saat ini anak-anak dan generasi muda lebih banyak memperoleh informasi melalui media digital, termasuk kecerdasan buatan (AI). Namun, menurutnya, perpustakaan dan buku fisik tidak boleh ditinggalkan.
“Secara pribadi, saya masih senang membaca buku fisik. Saya suka ke perpustakaan, suka membeli buku, karena saya bisa menandai bagian penting dengan stabilo dan menulis catatan di dalamnya. Rasanya lebih cepat dipahami daripada membaca di layar digital,” ujarnya.
Wagub perempuan ini juga menambahkan, bahwa penggunaan media digital memang memberikan kemudahan, namun sering kali membuat pembaca kehilangan fokus atau kesulitan menelusuri kembali informasi yang sudah dibaca.
“Kalau kita tidak hati-hati, tulisan bisa hilang, atau susah dicari kembali. Buku fisik memberi pengalaman yang berbeda, lebih mendalam dan personal,” tambahnya.
Di Provinsi Gorontalo sendiri khususnya di Kota, pihaknya melihat minat terhadap buku fisik masih cukup tinggi. Toko buku dan penerbit lokal terus menyediakan berbagai jenis bacaan berkualitas. Ia berharap masyarakat tetap menjaga budaya literasi ini, meskipun dihadapkan pada arus digitalisasi yang kian deras.
“Media digital bisa menjadi pelengkap untuk menghadapi modernisasi. Tapi buku tetap memiliki tempat istimewa di hati para pecinta ilmu,” tutupnya.
Selain Idah Syahidah, kegiatan bedah buku ini turut dihadiri Kepala Dinas Arpus Ridwan Hemeto, Rektor UNBITA Elis Rahma, Basri Amin selaku dosen dan penulis buku, Prof. Nani Tuloli, jajaran dosen, kepala sekolah, serta pegiat literasi dan para pustakawan se kabupaten/kota.
Pewarta: Echin