BOALEMO, Kominfo – Anggota Komisi VIII DPR RI Idah Syahidah mengungkapkan ada Rp16,8 miliar bantuan dari Kementrian Sosial (Kemensos) untuk warga miskin Gorontalo belum cair. Data itu diperoleh pertanggal 17 Januari 2022 lalu.
Hal tersebut diungkapkan Idah saat mengikuti rapat bersama Gubernur Gorontalo Rusli Habibie bersama bupati dan wali kota secara virtual yang berlangsung dari Vila Kencana, Kecamatan Botumoito, Kabupaten Boalemo, Senin (7/2/2022). Hadir juga pihak perbankan selaku penyalor bantuan bertajuk Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Bantuan Pangan Non Tunai (PPKM BPNT).
Dikatakan istri Gubernur Gorontalo itu, secara nasional bantuan dari Kemensos yang belum tersalurkan sebesar Rp2,7 triliun. Untuk Gorontalo sebesar Rp16,8 miliar. Setiap Kelompok Penerima Manfaat (PKM) mendapatkan bantuan Rp200 ribu setiap bulan dari bulan Juli hingga Desember 2021 lalu.
“Ternyata dari Rp16,8 miliar belum tersalurkan per tanggal 17 Januari. Kami dari Komisi VIII diminta turun dan mengevaluasi apa kendalanya. Hadir ketika itu dari Inspektorat Jenderal Kementrian Sosial Bapak Laode Taufik. Itu kan data Januari sekarang masih terus berproses,” ungkap Idah saat diwawancarai usai rapat.
Beberapa kendala yang menjadi temuan komisi VIII diantaranya penyerahan data dari Bank Himbara kepada Koordinator Daerah Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) baru disampaikan bulan Oktober. Akibatnya, waktu pencocokan data lapangan dan pencairan melewati batas waktu hingga Desember 2021.
“Mereka itu kan datang ke warga betul enggak, orangnya masih ada atau sudah meninggal? Kalau sudah meninggal kan harus diganti ke ahli waris nah itu membutuhkan waktu. Jadi data kemensos belum real sesuai yang ada di lapangan,” beber Idah.
Persoalan data menurutnya harus dikoordinasikan dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hingga di tinggkat desa/kelurahan. Ia menilai Kemensos tidak melibatkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk pencocokkan data KPM penerima.
“Contohnya di Kabupaten Gorontalo itu ada 276 KPM orangnya tidak ada. Korda sudah mencari itu tidak ada. Entah pindah, entah meninggal itu tidak ada. Pemerintah kabupaten kota tidak dikabari oleh Himbara. Dari provinsi saja tidak tau. Jadi datanya dari Kementrian ke Himbara ke Korda,” imbuhnya.
Kendala lain yakni banyak calon penerima bantuan tidak mau divaksinasi sebagai satu syarat menerima bantuan. Ada juga yang lebih memilih mengambil Bantuan langsung Tunai Desa (BLT Desa) yang nilainya sama namun dicairkan secara tunai.
Diwawancarai di tempat yang sama, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menilai banyaknya bantuan yang tidak bisa dicairkan menjadi potret karut marut integrasi data antara pusat dan daerah. Pemerintah daerah diminta untuk dilibatkan menyesuaikan data sesungguhnya di lapangan.
“Itu kan yang kedatangan Ibu Menteri ke sini beberapa waktu lalu dan kita bahas bersama. Data ini sudah tidak valid lagi. Alamat tidak diketahui, orang yang tadinya miskin jadi kaya, jadi ASN jadi polisi jadi TNI, sudah pindah, sudah meninggal. Ini yang perlu kita update terus datanya. Saya minta perbankan jangan diam. Dia harus berkoordinasi untuk menyampaikan data yang tidak ditemukan di lapangan dan bisa dialihkan,” ucap Rusli.
Pewarta: Isam