KABUPATEN GORONTALO, Kominfo – Sejumlah masalah pertanian di daerah menjadi sorotan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie saat menggelar Rapat Kerja dan Evaluasi dengan Pemerintah Kabupaten Gorontalo, Selasa (2/3/2021). Isu pertanian bagi Rusli sangat penting mengingat mayoritas warganya berprofesi sebagai petani dan nelayan.
“Jadi problem pertama pupuk bersubsidi ada regulasi baru yang belum disosialisasikan dengan baik. Kedua harga beras. Kualitas beras di Gorontalo agak turun sehingga masuk beras dari luar. Termasuk benih jagung tidak diadakan daerah semua diadakan pusat. Mungkin mereka terbiasa pakai bisi 18 yang dikirim tidak seperti itu,” kata Gubernur Rusli di hadapan Bupati Nelson Pomalingo Wakil Bupati Hendra Hemeto dan sejumlah pimpinan OPD yang hadir.
Secara khusus, Gubernur Rusli meminta kepada Kepala Dinas Pertanian Muljady Mario menjelaskan soal kebijakan baru Menteri Pertanian tentang pupuk bersubsidi yang dikeluhkan petani. Dari segi harga, terjadi lonjakan harga pupuk dari sebelum Rp1.800 untuk pupuk urea naik menjadi Rp2.250 per kg.
“Namun jika dibandingkan dengan pupuk non subsidi masih lebih murah yang subsidi. Non subsidi harganya sekitar Rp.7.000 per kg di pasaran,” jelas Muljady.
Permentan No. 49 Tahun 2020 dinilai perlu banyak disosialisasikan kepada masyarakat. Regulasi yang mengatur hajat hidup petani ini dikeluarkan akhir Desember dan sudah berlaku sejak awal tahun 2021.
Selain masalah harga yang naik, mekanisme pengambilan pupuk di pengecer juga kian ketat. Petani diwajibkan memiliki NIK dan berkelompok karena harus tercatat di elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok atau e-RDKK milik Kementan RI.
“Kemudian tahun ini juga pengambilan pupuk yang sebelumnya cukup NIK harus ditukar dengan kartu tani. Sekarang sudah ada sekitar 142 ribu kartu tani yang disiapkan bank BNI, yang diaktivasi sekitar 20 ribu. Namun kita sudah minta ke BNI supaya tidak mengganggu proses penyalurannya, pembelian pupuk tetap dilayani dengan KTP dan NIK tadi,” imbuhnya.
Dosis pupuk bagi petani juga sudah diatur oleh Kementan RI berdasarkan wilayah. Jika sebelumnya dosisnya paten sekitar 300 NPK dan 200 urea per hektar, maka saat ini berbeda beda tergantung kesuburan tanahnya.
Kebijakan baru Kementan RI diakui cukup meresahkan petani. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus banyak turun ke lapangan untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada petani yang sebagian besar masih berpendidikan rendah.
Pewarta: Isam