KOTA BANDUNG, Humas – National Support for Local Investment Climates (NSLIC) merilis hasil survei tentang daya saing ekonomi Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Salah satu data yang menarik disimak menyangkut ketimpangan antara kepuasan terhadap layanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan indeks Pengusaha yang merealisasikan investasinya di daerah.
Hasil riset menyebutkan bahwa indeks kepuasan terhadap pelayanan perizinan di PTSP sebesar 6,04 poin untuk Gorontalo dan 6,01 untuk Sulawesi Tenggara. Di sisi lain, indeks pengusaha yang merealisasikan investasinya hanya 3,09 poin untuk Gorontalo dan 4,14 poin untuk Sultra.
Menurut Peneliti dari NSLIC Mukti Asikin hal tersebut bisa dipengaruhi oleh berberapa aspek, salah satunya belum terintegrasinya segala perizinan ke dalam PTSP. Harusnya menurut dia, PTSP sebagai institusi harus juga melibatkan instansi vertikal lain yang dikuatkan oleh regulasi yang terintegrasi.
“Izin itu kan di kantor PTSP, tapi proses izin kan di luar itu. Ngurus segalanya dari A sampai Z kan di luar kantor PTSP, ketika dokumen sudah lengkap baru datang ke PTSP. Di kantornya mungkin sudah lebih baik tapi ketika menyiapkan dokumen banyak urusan dengan banyak instansi,” terang Asikin usai memaparkan Indeks Daya Saing Ekonomi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara di Hotel Sheraton, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (11/7/2019).
Hal berbeda disampaikan oleh Gubernur Gorontalo Rusli Habibie. Menurutnya hal itu disebabkan banyaknya izin yang keluar namun hanya dimanfaatkan oleh oknum tertenut untuk diperjualbelikan kepada pihak lain. Akibatnya, izin usaha tanpa progres meski sudah mengantongi izin.
“Contohnya di Kabupaten Gorontalo Utara ada izin pertambangan yang keluar, tapi nggak ada progresnya. Terkesan izin di keluarkan oleh PT A, namun ditenggarai dicarikan si B,” sebut Rusli.
Ia menyebut saat ini ada hampir 70 an IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang keluar, termasuk beberapa perkebunan tapi tidak jalan. Hal yang sudah diperingatkan oleh KPK agar segera mengevaluasi pemanfaatan izin yang mandek.
“Ini sudah kita evaluasi, kita sudah surati semua. Perusahaan-perusahaan yang belum CRC, tidak ada progres itu kita evaluasi. Kita tawarkan ke perusahaan lain. Itu yang terjadi, pelayanan cepat tapi begitu keluar izinnya tidak jalan,” pungkasnya.
Ke depannya ia akan membatasi izin yang diajukan oleh perusahaan. Harus ada klausul paling lambat 6 bulan atau satu tahun setelah keluar izinnya perusahaan harus segera memiliki progres. Jika tidak maka otomatis izinnya dicabut.
Pewarta: Isam