Semuanya berawal dari kisah Paijo (60) warga desa Puncak, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo. Warga transmigran asal pulau Jawa itu nekad menerobos barikade Paspampres untuk curhat kepada Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Gorontalo, Jumat pekan lalu.
KABUPATEN GORONTALO, Humas – Sambil menangis Paijo meminta agar masalah lahan warga transmigran di desanya mendapat perhatian presiden. Jokowi mengiyakan dan meminta agar keluhan tersebut dicatat ajudan. Curhatan 1 menit itu pun seolah membawa berkah baginya dan ratusan warga transmigran.
Seusai menggelar rapat gabungan dengan pemerintah kabupaten, BPN dan dinas teknis lainnya pada Senin kemarin, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie bergerak cepat untuk turun ke lokasi. Rusli tidak puas hanya mendengar laporan, ia ingin turun langsung melihat keluhan warga dan menyelesaikannya.
“Saya kemarin sempat mendengar langsung keluhan pak Paijo ini. Kebetulan saya berdiri di dekat pak presiden. Saya merasa malu karena ada warga yang mengadu terutama masalah lahan yang belum selesai. Makanya saya turun hari ini untuk menyelesaikan masalah ini,” terang Rusli, Selasa (05/03/2019).
Hasil temuan di lapangan cukup memiriskan. Kondisi lebih kurang 275 kepala keluarga (KK) warga transmigran di Desa Puncak, Kecamatan Pulubala jauh dari kata ideal. Angka itu terdiri dari 137 transmigran asal pulau Jawa dan 138 warga lokal.
Satu-satunya yang membuat mereka puas yakni fasilitas rumah yang disediakan pemerintah cukup baik. Selebihnya masalah lahan usaha 1 dan lahan usaha 2 hingga sekarang belum jelas sertifikat kepemilikannya.
“Tanggal 21 November 2009 kami tiba di Gorontalo. Alhamdulillah kami senang sekali rumah-rumah ini menjadi keunggulan kabupaten di sini dibandingkan lain. Tapi setelah beberapa bulan kami di sini pembagian lahan tidak seusai,” jelas Paijo yang dihadirkan bersama warga lain saat berdialog dengan gubernur dan sejumlah pejabat daerah.
Jarak lahan yang jauh dari pemukiman serta kemiringan lahan yang cukup terjal menjadi keluhan warga transmigran. Masalahnya tidak sampai di situ. Lahan tersebut merupakan lahan tidur yang dihibahkan oleh warga setempat. Belakangan setelah dikelola oleh transmigran diklaim kembali oleh yang punya. Kepastian lahan pun menjadi suram.
“Lahannya itu alang-alang. Kita mulai buka pak. Tapi ada kendala yang mana tuan tanah datang, pak saya tidak ikut trans. Itu lahan saya (maksudnya diambil lagi oleh pemilik tanah). Kami tidak mau tau, sebab yang fasilitasi pemerintah. Kami tau ada tanah yang dijanjikan,” jelas Paijo dengan rinci.
Berbagai upaya sudah dilakukan. Laporan sudah disampaikan kepada Kepala UPT Transmigrasi, Dinas Transmigrasi Kabupaten dan Provinsi. Bahkan mereka mengaku sudah mengirim surat ke Kementrian Nakertrans tahun 2009 lalu.
“Waktu itu masih pak Muhaimin (Menteri Nakertrans era Presiden SBY). Kehadiran pak Muhaimin ke sini ternyata juga tidak menyelesaikan masalah karena tidak ada dialog seperti yang dilakukan pak Rusli saat ini,” terang Paijo.(Bersambung)
Pewarta: Isam