Gubernur Turun Tangan, 30 Menit Sengketa Lahan GORR Selesai

Gubernur Gorontalo Rusli Habibie berdiskusi dengan Mashita Amaturi, salah satu pemilik lahan di lokasi perkerjaan jalan Gorontalo Outer Ring Road segmen III di kecamatan Tapa, kabupaten Bone Bolango, Kamis (30/8/2018). Gubernur bersama para pimpinan OPD turun ke lapangan untuk menyelesaikan proses pembebasan tiga lahan yang masih bermasalah. (Foto: Salman-Humas).

BONE BOLANGO, Humas –Pembangunan jalan Gorontalo Outer Ring Road (GORR) segmen III yang berlokasi di kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango beberapa bulan terakhir mandek. Hal itu disebabkan ada tiga titik lahan yang masih bermasalah dengan pemilik tanah.

Warga ngotot tidak akan melepas tanahnya sebelum hak-hak mereka dipenuhi. Di sisi lain, pekerjaan GORR sedang berpacu dengan waktu untuk melakukan penimbunan dan pengaspalan. Jalan yang rencananya akan diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo akhir tahun 2018 nanti.

Pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah Provinsi Gorontalo selaku instansi teknis lantas datang untuk ‘curhat’ ke Gubernur Gorontalo Rusli Habibie di kediaman pribadinya di Kelurahan Moodu, Kecamatan kota Timur, Kamis (30/8/2018).

Gubernur Rusli mengajak balai jalan dan beberapa pimpinan OPD untuk turun langsung ke lokasi. Rusli ingin mendengarkan aspirasi warga sekaligus mengetahui dari dekat penyebabnya.

Hanya butuh 30 menit bagi Rusli untuk menyelesaikannya. Diskusi berjalan lancar dan menghasilkan solusi yang menguntungkan untuk kedua belah pihak.

Lahan milik Mashita Amaturi misalnya. Pihak pemprov sebelumnya sudah melakukan ganti untung lahan seluas 400 meter seharga Rp39.227.000,00. Belakangan diketahui tanah tersebut belum bisa ditimbun karena sertifikatnya masih menjadi anggunan bank.

Mashita diketahui memiliki kredit bank senilai Rp61.982.941,00. Jika dikurangi dengan uang hasil penjualan tanah, Itu berarti masih ada sisa hutang sebesar Rp22.757.991,00 yang harus diselesaikannya.

“Supaya pekerjaan jalan ini tidak terhambat, saya putuskan untuk menanggung sisa hutang ibu Mashita. Hari ini saya sengaja undang juga dari pihak bank untuk membicarakannya,” ujar Rusli memberi penjelasan.

Begitu juga dengan lahan milik keluarga Salim Pakaya yang berada di bantaran sungai, tidak jauh dari lokasi pertama. Pembangunan pondasi jembatan tidak bisa dikerjakan sebelum pemilik lahan seluas 40×42 meter menerima pembayaran yang dipatok Rp500 ribu per meternya.

Setelah berdiskusi dan diberi pemahaman, pemilik lahan mulai melunak. Mereka siap mendengarkan tawaran dari pemerintah. Rusli meminta agar dinas terkait segera menindaklanjuti dengan menggelar musyawarah dan pembayaran.

“Prinsipnya pemerintah tidak ingin merugikan masyarakat. Di sisi lain jalan ini merupakan fasilitas publik sehingga butuh dukungan dari semua pihak. Kalau tidak selesai pekerjaannya pun jadi terganggu. Alhamdulillah semua selesai dengan baik,” ungkap Rusli puas.

Pewarta: Isam

Bagikan Berita

Facebook
Twitter
Pinterest
WhatsApp

ARSIP BERITA

KATEGORI