KOTA GORONTALO, Humas – Angka kemiskinan di Provinsi Gorontalo pada tahun 2018 dilaporkan turun dari 17,14 persen menjadi 16,81 persen. Turun 0,33 persen dibandingkan kemiskinan pada September 2017 lalu.
Jumlah penduduk miskin Maret 2018 di Provinsi Gorontalo sebanyak 198,51 ribu jiwa, sementara jumlah penduduk miskin September 2017 sebanyak 200,91 ribu jiwa. Dengan demikian jumlah penduduk Miskin di Provinsi Gorontalo selama periode Maret 2018-September 2017 berkurang sebanyak 2,4 ribu jiwa.
“Garis kemiskinan Provinsi Gorontalo pada September 2017 sebesar Rp307.707,- per kapita per bulan dan pada Maret 2018 menjadi Rp316.296,- per kapita per bulan, yang berarti naik sebesar Rp8.589,- per kapita per bulan, atau naik sebesar 2,79 persen,” demikian bunyi siaran pers BPS Provinsi Gorontalo No. 39/07/75/Th.XII, tertanggal 16 Juli 2018.
Data lain yang juga terungkap yakni perbedaan kemiskinan di perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di Perkotaan Maret 2018 sebesar Rp318.195,- per kapita per bulan dan Garis Kemiskinan di Perdesaan sebesar Rp314.727,- per kapita per bulan.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Gorontalo terjadi penurunan dari 0,847 pada September 2017 menjadi 0,750 pada Maret 2018. Hal ini menandakan bahwa ketimpangan (gap) pengeluaran antara penduduk miskin itu sendiri semakin kecil.
Meski mengalami penurunan angka kemiskinan, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie meminta semua pihak tidak berpuas diri. Sebab ia menargetkan di akhir periode kepemimpinannya tahun 2022 nanti angka kemiskinan turun menjadi 14 persen.
“Penurunan ini baru awal, masih banyak pekerjaan rumah setiap OPD. Misalnya, Bagaimana program BPNTD (Bantuan Pangan Non Tunai Daerah) yang sudah kita alokasikan sejak November lalu bisa jalan dan dirasakan masyarakat miskin. Bagaimana bantuan pertanian, perikanan dan lainnya bisa tepat sasaran. Ini yang harus kita kejar,” terang Rusli saat diwawancarai, Sabtu (21/7/2018).
Di tempat terpisah, Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapppeda) Provinsi Gorontalo Budiyanto Sidiki mengaku bersyukur dengan capaian tersebut. Ia menilai turunnya angka kemiskinan dipengaruhi oleh dua hal, yakni pemerintah mampu menekan inflasi daerah serta semakin terarahnya intervensi warga miskin dengan menggunakan basis data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
“Alhamudulillah selama periode itu, kita mampu menjaga kestabilan harga melalui intervensi pasar oleh bapak Gubernur. Kalau biasanya intervensi pasar hanya pada hari-hari besar, tahun ini lebih intens hampir setiap bulan ada pasar murah. Secara psikologis intervensi ini mampu membuat pedagang berhati-hati menaikkan harga barang,” jelas Budi saat diwawancarai Sabtu, (21/7/2018).
Hal lain yang menjadi perhatian yakni mulai mengerucutnya intervensi program kemiskinan melalui basis data TNP2K. Pemprov dan kabupaten/kota saat ini sudah menjadikan basis data tersebut sebagai sasaran intervensi program.
Budi optimis target 14 persen angka kemiskinan bisa teralisasi jika pemerintah konsisten dengan basis data terpadu. Selain itu, kebijakan penurunan beban pengeluaran pemerindah untuk dialokasikan pada peningkatan ekonomi masyarakat juga perlu dilakukan secara berkelanjutan.
Pewarta: Isam